Friday, February 16, 2007

Hecate

CHAPTER 03
= part 01 =

“Uggghhh...”
Sam berjalan terhuyung-huyung. Kepalanya sangat pusing. Perutnya seakan-akan dijungkirbalikkan dan dunia di hadapannya serasa berputar-putar seperti gasing. Sesekali ia berhenti berjalan untuk menenangkan gejolak dalam perutnya.
“Sam, kamu nggak apa-apa?” tanya Polly cemas. “Muka kamu pucat banget. Sampai-sampai nggak ada bedanya ama mayat hidup. Polly jadi serem nih!”
Dengan segenap kekuatan yang tersisa, Sam menggelengkan kepalanya – berusaha membuat Polly tenang. Kalau cewek itu panik, semua bisa jadi tambah parah! Tapi kalau dipaksa-paksa berjalan terus, rasanya dia juga mulai tidak kuat nih.
Polly memapah Sam. “Tahan sebentar ya Sam. Sebentar lagi kita sampai ke rumahku kok!” katanya mencoba menyemangati Sam yang persis orang mabuk darat laut dan udara sekaligus. Sam mengangguk tanpa ada perlawanan. Ia bahkan sudah tidak kuat untuk marah-marah. Rasa mualnya jauh lebih besar daripada rasa kesalnya sekarang.
Setelah beberapa menit berjalan, Sam dan Polly tiba di sebuah rumah tua, agak mirip pondok batu – menurut Sam. “Ini panti asuhan tempat Polly tinggal. Kamu tunggu sebentar di sini ya! Polly mau minta izin sama Bu Amaryl supaya kamu boleh tinggal di sini.”
Dengan esktra hati-hati, Polly mencoba menyandarkan tubuh Sam di pohon besar di depan panti. Setelah memastikan Sam tidak akan terjatuh, cewek itu buru-buru berlari masuk ke dalam pondok sambil berteriak-teriak memanggil Bu Amaryl. Entah siapa itu.
Sam menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan rasa sakit kepala dan rasa mual-mual di perutnya. Untunglah angin malam itu cukup bersahabat. Sebentar saja Sam memejamkan mata, ia sudah mulai merasa baikan.
“Dasar sial,” gumamnya pelan setelah ia sudah mampu untuk berbicara lagi. “Dikasih racun apa sih gue tadi. Gila, tuh makanan awalnya doang enak. Abis itu jadi enek! Mau muntah gue rasanya. Makanan orang sini emang aneh, selera rendahan. Restoran begitu kok bisa ramai?”
Sam mencoba melihat sekeliling. Memang benar, sepertinya ini sebuah panti asuhan. Kenapa Polly bisa tinggal di rumah seperti ini ya? Apa orangtuanya pemilik panti ini? Sam terus bertanya-tanya dalam hati. Sesekali ia menengok ke arah pintu, memastikan apakah Polly sudah kembali atau belum. Jangan-jangan, cewek itu kabur? Sial benar kalau begitu.

Saturday, February 10, 2007

[Tips] Karakter Novel yg Baik...

Taken from Pulau Penulis. Posted by Christian Simamora alias ino2cent...

1. Karakter utama kamu harus mengalami perubahan, minimal sekali. Tapi inget, karakter boleh mengalami perubahan, tapi jangan sampai mengubah sifat karakter tersebut.
Maksud lo, Ino? Maksud Ino niiih, dalam rentang waktu yang dibatasi plot, kamu harus membuat karakter novel kamu 'berubah', entah itu sisi psikologis, maupun fisik.

Misalnya, ambil novel Princess Diary. Di bab-bab awal, kerasa banget ya nggak pedenya si Mia Thermopolis ini? Nah, bandingin saat di bab-bab akhir. Ohh, dia jauh lebih kuat. Terlepas dia ngerasa nggak siap sebagai ahli waris tahta Genovia, buktinya dia belajar untuk KUAT dan mencoba menyukai status barunya itu. Ada PERUBAHAN kan?

Ato, novel Cintapuccino. Ami, tokoh utamanya mengalami perubahan drastis saat dia memilih Nimo ketimbang tunangannya. Itu juga PERUBAHAN.

Tapi pertanyaan Ino, di kedua novel itu, apakah sifat Mia dan Ami jadi berubah karena perubahan itu? Mia tetap nggak pede kok dengan keadaan dirinya.

2. Voice and Tone
Nah ini dia yang sering terlupakan. Kadang, saking asyiknya menulis novel, voice and tone (gaya bahasa si tokoh) suka kecampur-campur sama gaya bahasa si penulis. Pernah nggak kalian baca novel yang karakternya ancur abis (males belajar dsb) tiba-tiba ngeluarin kata-kata nasehat yang bijaksana? Ato, si karakter umurnya masih sepuluh tahun, tapi sering make kata-kata sulit? Ya dear, kalo ngerasa pernah ngelakuin itu di novel, coba deh dicek. Jangan-jangan di tengah cerita, karakter novelmu pelan-pelan bermetamorfosis jadi... kayak kamu! Aduh, gawat itu.

3. Tokoh harus menghadapi sendiri masalahnya dalam cerita
Dengan kata lain, jangan menggunakan tokoh lain untuk menyelesaikan masalah si tokoh. Misalnya, si tokoh terbelit hutang. Nah, kamu malah membuat si karakter akhirnya dibantu sama bokapnya. Dijamin, kalo kamu nulis seperti ini, pembaca bakal mencak-mencak. Mikirnya kira-kira begini, Ahhh, pantes aja masalahnya selesai... dibantuin bokapnya sih! Pembaca seneng tokoh yang mandiri dan kuat, paling enggak mengatasi masalahnya sendiri.

4. Jangan terpaku sama tokoh utama
Itulah gunanya tokoh pembantu a.ka figuran. Jadi backup saat masalah si tokoh utama sedang dalam situasi cooling down. Tapi jangan melebar juga. Nah, di sinilah plot kamu berguna. Jadi kamu bisa memperkirakan berapa bab kamu akan membahas masalah si tokoh figuran. Sebaiknya jangan terlalu lama dan berbelit-belit, jadinya malah si tokoh figuran yang menonjol, bukan tokoh utama.

5. Masukkan humor
Karakter yang tahu nge-joke biasanya lebih diinget pembaca. Coba deh, karakter novel JOMBLO mana yang lebih kamu inget? Yang paling rajin ngelawak kan. Tapi inget, lawakannya disesuaikan dengan latar belakang si karakter ya.

6. Batasi Keajaiban
Huhuhuhu, suka sebel nggak nonton Bawang Merah dan Bawang Putih. Sebel kan ngeliat setiap kali ada bermasalah, si bawang putih dengan entengnya dibantuin si ibu peri. Nah, kalo kamu setuju sama Ino, berarti jangan praktekkan keajaiban berlebihan ini di novel kamu. Misalnya: untuk kasus cerita tentang tokoh yang terbelit utang. Apa kamu akan membuat adegan si tokoh nemu duit seratus juta di tengah jalan? Ato dia akan memenangkan kuis berhadiah dua milyar? Kalo caranya begitu... selamat, kamu baru aja bikin novel ibu peri.

contoh lainnya, adalah cerita cinta segitiga yang rumit. begitu rumitnya sampe kamu sendiri, sebagai penulis, bingung gimana bikin endingnya. Nah, apa yang kemudian kamu lakukan? Kau bunuh salah satu karakternya. Si karakter malang itu kamu bikin mati kecelakaan/kena penyakit mematikan/ke luar negeri, dsb. Ending sih, tapi garing banget.

7. Hadapkan karakter dengan masalah yang sulit diatasi
Ini perbandingannya, mana yang lebih menarik: novel tentang cewek yang sedang menyiapkan prom dan segala tetek bengek-nya, ato novel tentang cewek yang berencana mencium guru yang ditaksirnya di malam prom. Ino lebih suka yang kedua, jujur aja. Lebih menggigit.

8. Karakter sebaiknya dikasih masalah terus-terusan
Ambillah contohnya, novel tentang cewek yang mo nyium gurunya pas prom itu.

fase 1: si cewek berencana, karena tahun ini terakhir untuknya, berencana nyium guru matematikanya pas prom. Jelas aja rencana gi.la ini dicela temen-temennya.

fase 2: si cewek ditembak temen sekelasnya. Selain itu dia juga dilema, sempat ragu begitu tahu kalo guru yang diam-diam dicintainya itu udah punya pacar.

fase tiga: akhirnya kesampaian juga si cewek nyium si guru. Biarpun di pipi, tapi setidaknya itu bakal jadi kenangan si cewek seumur hidup.

fase 1 --> fase 2 --> fase 3

Nah di antara fase satu dan fase dua kamu bisa selipkan beberapa konflik kecil-kecil, misalnya:
* debat mulut si cewek dan temennya di telepon menyangkut rencana si cewek nyium pak guru,
* pedekate cowok sekelasnya meskipun berkali-kali si cewek menghindar,
* kagetnya si cewek saat tahu tentang tunangan pak guru,
berusaha meyakinkan diri kalo itu gosip tapi akhirnya tahu dari mulut pak guru sendiri kalo dia MEMANG punya tunangan,
* si cewek nangis.

lakukan hal yang sama di sela fase 2 dan fase 3. Dan, tada, kamu jadi punya plot kuat! Bahkan, meskipun belakangan kamu ngerasa poisn-poin tertentu ada yang terlalu berlebihan ato gimana, kamu bisa cepet mengganti karena sebelumnya udah tahu konflik-konflik ini mo diarahkan ke mana.

Ingat, dear: SEBELUM MENULIS, TETAP RENCANAKAN CERITA SEPERTI APA YANG PENGEN KAMU TULIS DALAM BENTUK PLOT. Karena... selain lebih cepet, kamu juga nggak kehilangan kontrol cerita kamu. Apalagi buat yang ngerjain novelnya berdasar mood. Sebulan, ceritanya masih inget. Dua bulan? Tiga bulan? Halah... bisa-bisa tuh novel terbengkalai gitu aja di komputer karena nggak tahu lagi mo nyelesaiinnya gimana. Sayang kan?