Friday, January 19, 2007

Hecate

CHAPTER 02
=part 02=

Sluuurrrppp!!!
Polly menyeruput secangkir kopi di depannya. Dingin-dingin begini emang paling enak minum kopi. Ting! Bunyi cangkir yang berdentingan dengan piring membuat Sam tersadar dari lamunannya.
“Kamu nggak apa-apa, Sam? Se-shock itukah?” tanya Polly dengan nada khawatir.
Mulanya Sam tidak menjawab. Namun, beberapa detik kemudian, ia bereaksi juga. “Shock sih, sedikit... Tapi... Really, it was cool! Gue pikir hal-hal yang kayak begitu cuma ada di game-game! Ternyata beneran ada!” oceh Sam penuh antusias. Matanya berbinar-binar bagaikan melihat sebuah berlian.
Maklum, Sam adalah penggemar RPG berat. Selama ini, hal-hal berbau fantasi cuma ada dalam impiannya. Sungguh tak disangka, kini dia bisa melihat semua khayalannya itu dengan mata kepalanya sendiri. Bagaimana tidak senang?!
Mendengar ocehan Sam yang begitu bersemangat, Polly tersenyum puas. Setidaknya, tidak sia-sia dia mengajak Sam berkeliling seharian di kota Morton ini. Walaupun bikin kaki pegal-pegal, yang penting membuahkan hasil. Polly senang karena bisa melihat sisi lain dari diri Sam yang kelihatannya super jutek itu. Dia nggak mengira ternyata Sam suka hal-hal berbau fantasi. Rasanya, nggak cocok ama image-nya, hehehe.
Gluk! Sam meneguk habis secangkir teh yang baru saja disajikan oleh salah seorang pelayan di restoran itu. Kata Polly, ini warung terenak di kota Morton lho. Meski penampilan bangunannya tidak meyakinkan, banyak sarang laba di sana-sini, kursi dan meja yang sudah reyot, tapi makanannya paling memenuhi selera Polly. Entah itu benar atau tidak.
‘Setidaknya teh ini cukup enak, meski rasanya sedikit aneh,’ komentar Sam dalam hati. Ia mengamati cangkir kosong di depan dirinya. Pikirannya melayang-layang lagi, memikirkan apakah masih ada kemungkinan bagi dirinya untuk kembali ke dunianya semula. ‘Gue kangen ama teh yang di dunia...’ gumamnya kemudian.
Melihat Sam yang kembali lesu, Polly mengerutkan dahinya. “Sam, pesen makanan yuk!” katanya mencoba mengalihkan perhatian.
Sam mengangkat kepalanya yang tertunduk. Ia sadar kalau Polly mencemaskan dirinya. Dengan tersenyum kecut, ia menepuk-nepuk kepala Polly. “Boleh. Pilih aja yang menurut lo paling enak.”
Wajah Polly kembali berseri. “Oke. Polly pilihin makanan yang paling lezat! Tapi kamu harus habisin ya!”
Sam mengangguk pelan disertai dengan seulas senyum tipis di bibirnya. Ia mengamati sosok gadis periang di depannya. Cewek yang aneh memang. Rambutnya pink dan matanya bulat. Entah kenapa dengan berada di dekatnya Sam bisa merasa tenang. Padahal dalam situasi terjebak di dunia lain begini, harusnya dia panik berat! Tapi...
“Sam, ini menunya!” seru Polly sambil menyodorkan sebuah buku usang dengan kertas yang sudah menguning ke depan Sam.
“Apa ini? Buku menu atau sampah?” tanyanya polos. Ia mencoba membuka buku itu dengan meminimalkan sentuhan sedapat mungkin. Begitu buku menu itu terbuka, debu setebal satu senti langsung bertebaran kemana-mana, membuat Sam terbatuk-batuk hebat.
Melihat itu, Polly pun panik. Ia mencoba menghalau debu-debu yang berterbangan tadi dengan sebelah tangannya. Lalu dengan segera, ia menyodorkan sebuah sapu tangan pada Sam. “Ini Sam.”
Dengan sebelah tangan menutupi mulutnya, Sam menerima sapu tangan dari Polly. Sapu tangan berwarna merah muda yang dilipat rapi. Sam termenung sesaat kemudian mengembalikannya lagi. “Nggak usah deh. Nanti kotor.”
Mata Polly yang semula sudah bulat menjadi semakin membulat mendengar reaksi Sam barusan. “Pakai!” paksanya.
Sam terbelalak. Ternyata cewek itu bisa galak juga. Sambil tersenyum-senyum geli mengingat tampang melotot Polly tadi, Sam menyeka debu-debu yang menempel di tubuhnya dengan sapu tangan. Untunglah, tidak lama kemudian, tubuh Sam sudah lumayan bersih kembali.
“Maaf. Buku-buku di sini memang sudah berdebu. Jarang ada yang mau lihat sih. Biasanya langsung pesan aja!” ujar Polly bersalah. Mestinya dia memperingatkan Sam terlebih dahulu sebelum sempat membuka buku tua itu.
Sam tersenyum kecut. “Ya sudahlah. Anggap aja gue lagi sial. Nah, sekarang pesan apa ya?” gumam Sam sambil berusaha menyeka debu-debu sisa dari atas buku yang menghalanginya untuk membaca tulisan di buku tersebut. Tangannya menyusuri tiap-tiap menu aneh di sana. Mulai dari ‘lalap daun muda’, ‘tarantula legs’, ‘buaya darat bakar’, ‘kodak goreng mentega’, sampai ‘es sarang lebah’. Tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah menu ‘bull’s eye scrambled egg’.
“Nah, gue pesen ini aja!”
Polly mengintip untuk melihat menu apa yang ditunjuk Sam. “Bull’s eye scrambled egg? Kamu mau itu?” tanyanya. Sam mengangguk tegas sebagai jawaban. “Ya... yakin???” tanya Polly sekali lagi untuk memastikan.
Pertanyaan kedua dari Polly membuat Sam jadi curiga. Memangnya ada yang salah dengan menu itu. Telur mata sapi kan? Jangan-jangan penduduk di sini nggak pernah makan telur mata sapi ya? Kasihan sekali...
“Iya, aku mau pesan itu!” jawab Sam dengan nada penuh keyakinan.
Polly menunduk, menatap buku menu berdebu di depannya. “Ta, tapi...”
Kecurigaan Sam semakin menjadi-jadi. Dia bingung, masa makan telur mata sapi aja semenakutkan itu? ‘Dasar, tempat ini memang aneh. Mungkin mereka biasanya makan batu ya,’ dengusnya dalam hati.
Polly melanjutkan pembicaraan, mencoba menjelaskan alasan kenapa dia tidak ingin Sam memesan menu tersebut. “Dulu sekali, Polly pernah mencoba masakan itu. E, enak sih... Ta, tapi...”
Rasa penasaran Sam kini sudah tidak tertahankan. Akhirnya ia memutuskan untuk bertanya dan menuntut penjelasan pada Polly. Padahal ini masalah sepele yang nggak penting untuk didiskusikan ya?
“Memangnya apa salahnya dengan menu itu sih?!”
Polly mengecilkan volume suaranya dan menyuruh Sam mendekatkan kuping padanya. Mungkin ia tidak ingin pembicaraan ini didengar orang, tidak tahu kenapa. “Begini lho. Dulu sewaktu Polly makan makanan ini, Polly mengalami efek samping...” bisiknya perlahan.
Sam mengernyitkan dahi. “Efek samping? Makan telur aja kok ada efek sampingnya?” ujar Sam seakan tidak percaya.
“Eh, ini serius Sam! Sehabis makan memang tidak apa-apa. Tapi begitu Polly pulang, keesokan harinya badan Polly bentol-bentol semua. Dan yang paling mengerikan, seharian itu Polly jadi punya tanduk!”
“TANDUK?!” teriak Sam kaget.
Seisi restoran langsung hening mendengar jeritan Sam. Segenap tatapan mata tertuju pada kedua orang ini. Sam refleks menutup mulutnya rapat-rapat dengan kedua tangannya. Sedangkan Polly cuma bisa tertunduk malu. Untunglah tidak lama kemudian orang-orang itu kembali pada kesibukannya masing-masing.
“Dasar Sam! Kenapa harus teriak-teriak begitu sih. Bikin malu aja. Kalau sampai terdengar sama pemilik restoran ini kan bisa kacau! Jangan-jangan nanti kita malah diusir!” omel Polly sambil menatap tajam mata Sam.
Ditatap seperti itu, jelas Sam menjadi tidak senang. “Kok gue yang disalahin? Siapapun kalau dikasih tau begitu pasti kaget. Untung aja gue nggak jadi pesen menu aneh itu. Nggak kebayang gimana rasanya tumbuh tanduk selama sehari penuh!” gumam Sam bergidik ngeri.
“Nah kalau begitu harusnya kamu berterima kasih sama Polly!” protes cewek itu nggak senang.
Sam menatap wajah Polly dengan tatapan meremehkan. Kayak anak kecil aja, merengek minta ucapan terima kasih, ejek Sam dalam hati. “Ya, ya... Makasih deh. Puas lo? Nah, sekarang mending lo pesenin gue makanan yang wajar. Yang bisa dimakan oleh manusia macem gue ini. Laper banget nih!”
Dengan polosnya Polly mengangguk riang. “Oke, Polly pesenin! Kamu siap-siap makan aja ya! Dijamin lebih enak daripada makanan-makanan di bumi!” seru Polly bangga.
Sam menatap keluar jendela reyot restoran itu. Sepertinya malam sudah tiba. Buktinya, bulan sudah mulai menampakkan wajahnya. Bulan yang sama dengan bulan yang biasa dilihatnya setiap malam. Rasanya sekarang ini dirinya masih tidak percaya bahwa ia sedang terjebak di dunia lain. Ini semua lebih cocok disebut sebagai mimpi belaka daripada sebuah kenyataan yang mengejutkan.
Di bawah naungan langit malam itu, Sam termenung menatap langit kelam sambil menunggu Polly selesai memilih makanan untuk dipesan. Kapankah ini semua akan berakhir? Pertanyaan itu terus berulang-ulang dalam pikiran Sam. Namun, tak seorang pun yang tahu jawabannya. Karena Sam sendirilah yang harus menemukan jalan keluar dari semua ini.
--------------------------------
Oh ya. Sekadar pemberitahuan. Mungkin HECATE ini bakalan gak dipost secara full story. Soalnya aku berpikir untuk ngirim naskah ini ke penerbit *kalau jadi, amin2*
Makanya, tolong dikomen ya kalau sempet ^^! tengkyuw~

No comments: