Sunday, January 7, 2007

Hecate

CHAPTER 01
=part 04=

“Sam...? Saaam...?” Sayup-sayup Sam mendengar seseorang memanggilnya. Suaranya terdengar mirip Polly, cewek misterius aneh yang dikenalnya semalam.

Lho? Tunggu dulu... Polly? Bukankah seharusnya dia udah kembali ke ‘habitatnya’? Kenapa dia masih di sini?

Perlahan namun pasti, Sam membuka mata. Di depannya, tampak sosok Polly yang sedang cemas. Sinar matahari yang tidak terlalu terik menembus gorden jendela kamar Sam, menandakan bahwa hari sudah menjelang siang. Dan benar saja, jam kecil di samping tempat tidur Sam sudah menunjukkan pukul 10 pagi lewat 23 menit – kira-kira.

Cowok itu terheran-terheran. Setau dia, Polly sudah kembali ke Asgard sekarang. Kenapa sekarang cewek itu masih ada di sini, ya? Jangan-jangan... Ya, nggak salah lagi! Polly pasti gagal melakukan upacara ritual aneh semalam – begitu perkiraan Sam.
Pemuda itu terdiam untuk beberapa saat, memulihkan kesadarannya setelah tidur nyenyak yang panjang di kamarnya. Tapi mendadak ia tersentak. Oh ya, setelah ritual semalam itu, apa yang terjadi ya?

Sam mengalihkan pandangannya kemudian kepada Polly – yang masih saja terduduk diam dengan tatapan cemas terhadap Sam.

“Kenapa lo masih ada di sini? Bukannya lo udah balik ke Asgard?” tanya Sam nggak kalah cemas dengan tatapan Polly. “Oh ya, sebelumnya... Apa yang terjadi semalam setelah ritual aneh itu? Kok gue nggak inget apa-apa ya?”

Polly tersenyum lega. Rasa cemas terhapus dari wajahnya yang agak oval dan juga agak bulat. “Syukurlah kamu nggak apa-apa...” gumamnya perlahan.

Sebelah alis Sam terangkat. Dia nggak mengerti apa yang sedang Polly bicarakan maupun apa yang menyebabkan Polly secemas itu. “Apa maksudnya? Coba jelasin ke gue.”
Cewek berambut coklat itu menatap lurus kepada mata Sam. Tak lama kemudian ia mengangguk. “Kamu pingsan setelah ritual semalam.”

Tanpa menunggu perkataan selanjutnya dari Polly, Sam langsung menyela. “Pingsan? Gue pingsan? Kok bisa? Jangan-jangan gue kerasukan gara-gara upacara aneh lo itu ya?” tanya Sam bertubi-tubi. Matanya menatap tajam kepada Polly, menuntut jawaban yang sebenarnya.

Polly buru-buru menggeleng. “Bukan, bukan! Upacara Polly kemarin itu bukan untuk manggil setan atau sejenisnya kok. Kan Polly udah jelasin, semua itu supaya Polly bisa kembali ke Asgard. Mungkin kemarin kamu pingsan gara-gara terlalu capek. Kalau yang nggak terbiasa, memang bisa berefek samping begitu. Spirit power kamu kan rendah.”

“Apaan tuh spirit power?” tanya Sam.

Cewek itu memutar-mutar arah pandangannya. Ia berusaha berpikir kata-kata apa yang cocok untuk menjelaskan apa yang disebut sebagai spirit power itu. “Nggg... Apa ya? Polly sendiri nggak begitu pandai menjelaskan. Mungkin mirip ama... kekuatan magis? ...Atau apa ya?”

Sam mengerutkan keningnya. Dia sama sekali nggak mengerti apa yang Polly gumamkan. Cewek itu lebih terdengar seperti sedang berbicara sendiri ketimbang sedang menjelaskan pada Sam. “Sudahlah, nggak usah dipikirin lagi,” ujar Sam diiringi dengan helaan napas.

Polly pun tersadar dari ‘dunia’-nya. “Ah, maaf. Polly jadi asyik sendiri.”

“Nggak apa-apa,” balas Sam. ‘Sudah kuduga, cewek ini memang aneh’ pikirnya kemudian.

Tiba-tiba Sam kembali teringat dengan apa yang ingin dikatakannya tadi. “Eh ya. gue mau minta maaf. Gara-gara gue pingsan, upacara ritual semalam jadi gagal ya? Mungkin bisa kita coba lain kali?” katanya sambil menunduk. Jujur saja, dia agak merasa nggak enak terhadap Polly. Sebagai partner, dia sudah gagal.

Polly terdiam, membuat Sam tampak semakin kikuk. Cewek itu tidak menatap Sam sama sekali – mungkin dia marah? Arah pandangannya seperti berputar kesana kemari, menunjukkan kalau dia sedang berpikir. “...Kita sebenernya udah di Asgard kok,” katanya perlahan.

Sesaat – lagi-lagi – Sam tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Polly. Ini kan jelas-jelas adalah kamarnya, bukan di tempat lain.

Seakan mengerti ekspresi Sam, Polly menjelaskan situasi secara singkat. “Sebenarnya, Asgard itu dunia paralelnya bumi. Jadi, pemandangannya yang kamu lihat sekarang ini bukan lagi duniamu, melainkan Asgard.”

Sam tidak berkata sepatah kata pun. Setelah ia mencerna ucapan Polly tadi, akhirnya ia baru membuka mulut. Diucapkannya kalimat itu dengan nada senormal mungkin. “Polly... please. Gue bukan anak TK yang bisa dibohongin ama lo. Apa buktinya kalau lo yakin ini Asgard, bukan bumi?” tantang Sam.

Polly memilin-milin rambutnya. “Unnggg... Mungkin, dengan begini kamu bisa percaya?”
Cewek itu membaca mantra singkat dari buku saku kecil di roknya. Tidak lama setelah ia selesai berkata-kata, muncullah sebuah lidah api di tengah-tengah mereka. Jelas ini membuat Sam melotot. Bukan sulap bukan sihir nih..., hehehe.

“Ini nggak bisa dilakukan kalau di bumi lho. Soalnya di sana, nggak ada magic aura, beda ama Asgard. Makanya untuk mengadakan upacara ritual kemarin, kita butuh bantuan bulan. Nah, kamu udah percaya?” tanya Polly dengan senyum yang nakal.

Sam terpaksa mengangguk. “Meskipun belum 100%,” sambungnya kemudian. Walau agak kesal karena masih merasa diragukan, Polly tersenyum puas – merasa menang kali ya?
Segera setelah itu, Sam tiba-tiba berdiri dari tempat tidurnya. “Tunggu! Ada hal yang lebih penting dari ini! Kalau ini bener di Asgard, berarti lo harus cepet balikin gue ke bumi asal gue. Sekarang gue mesti sekolah!” teriak Sam panik.

Permintaan Sam ini membuat Polly terdiam.

“Kenapa?!” tanya Sam dengan nada setengah berteriak.

Dengan ragu-ragu dan ketakutan (abisnya dibentak Sam sih), Polly menjawab, “Itu... nggak bisa Polly lakukan...”

“Maksudmu?” tanya Sam beberapa detik setelah itu.

Polly menelan ludah. “Seharusnya, nggak boleh ada hubungan antara duniamu dengan dunia Polly. Kejadian kemarin itu, semua hanya kecelakaan yang nggak terduga. Seharusnya, jalur antara dunia kamu dan dunia Polly itu nggak ada.”

“Jadi, dengan kata lain, gue nggak bisa pulang. Begitu?” tanya Sam dengan nada datar. Pertanyaannya kemudian dijawab dengan anggukan kecil dari Polly.

“Kalau gitu, kenapa lo maksa gue bikin ritual aneh itu! Kalau gue nggak ikut upacara aneh lo, gue mungkin nggak bakal terjebak di dunia ini!” bentak Sam keras-keras. Ia menumpahkan segala amarahnya kepada Polly. Kepalanya sekarang benar-benar pusing. Masa iya dia harus menghabiskan seumur hidupnya di dunia yang sama sekali nggak ia kenal.

Polly mulai menunjukkan mata yang basah karena air mata. “Maaf... Polly nggak tau kalau upacara itu bakal membawa kamu ikut serta ke sini. Soalnya, sebelum ini, belum pernah ada orang yang mencoba melakukan upacara ini...” jawab Polly terisak-isak.

Sam mencapai puncak kemarahannya. “Kalau gitu kenapa lo lakuin? Lo nggak tau kalau itu bisa aja membahayakan nyawa orang?! Lo tuh terlalu nekat! Liat buktinya sekarang! Kalau emang belum pernah ada yang melakukan, lo tau dari mana soal ritual itu?”

Masih sambil menangis, Polly menjawab pertanyaan Sam, “Itu... Polly dengar dari dongeng. Maaf! Polly melakukan ini semua semata-mata demi kembali ke dunia Polly, tapi malah membuat kamu yang nggak bisa kembali...”

Sam menarik napas, hendak memaki-maki lagi. Untunglah sesaat sebelum ia membuka mulut, akal sehatnya kembali berjalan.

‘Gawat, gue udah keterlaluan. Gue ampe bikin cewek nangis...’ batin Sam menyesal dalam hati.

Pemuda itu menghela napas. “Ya sudahlah. Toh, gue yang memutuskan untuk bantuin lo. Itu semua bukan sepenuhnya salah lo kok. Makanya, berhentilah menangis sekarang juga,” hibur Sam. Dielusnya kepala mungil Polly dengan lembut.

Polly agak kaget. Dia nggak menyangka ternyata Sam bisa bertindak baik seperti tadi. Kirain dia bakal ngamuk-ngamuk sampai puas.

Sam menatap keluar jendela, ke arah sinar matahari yang nggak ada bedanya sama yang di dunia asli. “Yaaa, apa boleh buat. Terpaksa gue tinggal di sini untuk sementara. Bukan berarti gue menyerah lho. Gue bakal nyari info tentang gimana caranya gue bisa kembali ke dunia gue. Lo juga bantu ya!” ujar Sam sambil menyentil pelan ujung hidung Polly.

“Aw!” Polly mengusap-usap hidungnya yang kesakitan. “Nggg... Baiklah. Serahkan padaku!”

Sam tersenyum lega. Akhirnya cewek di depannya itu berhenti menangis juga. Sekarang, masalah bagi Sam adalah menemukan cara supaya dia bisa kembali ke bumi. Entah berapa lama ia akan memakan waktu. Sehari? Seminggu? Sebulan? Setahun? Atau bahkan berpuluh-puluh tahun?

“Eh ya, Sam!” panggil Polly dengan riang.

Yang dipanggil pun menengok. “Yah? Ada apa?” sahutnya.

Polly tersenyum penuh arti. “SELAMAT DATANG DI ASGARD!!!”

No comments: